Alwati (32) BMI asal Lampung Selatan, datang ke Hong kong 14 Januari 2015 dan dipekerjakan majikan 21 Januari 2015. Ia bekerja di dua tempat yaitu Long Ping dan Yuen Long. Sesuai kontrak kerja, ia seharusnya menjadi Pekerja Rumah Tangga dan mengurus beberapa anjing saja, kenyataannya setelah pekerjaan rumah selesai ia dipekerjakan lagi untuk memberi makan anjing. Tidak tanggung-tanggung ada 164 ekor dan 30 ekor anak-anak anjing yang harus Ia rawat, dari mengajak jalan-jalan beberapa ekor anjing, membersihkan kotoran dan pekerjaan lain yang berhubungan dengan anjing.
“Setiap pagi bangun pukul 6, jika Mui-mui (anak perempuan majikan) sekolah, saya harus membangunkan dan mengatarnya ke siupa cam (stasiun bus), setelah itu pulang dan mengerjakan pekerjaan rumah dan merawat anjing,” ungkap Alwati.
Suatu hari di bulan Maret 2015, sehabis membawa anjing olahraga dan akan memasukkannya ke kandang, kaki anjing terjeblos kandang. Alwati berusaha menolongnya tanpa berfikir jika anjing merasa kesakitan ketika ia menarik kakinya keluar. Anjing tersebut kemudian menggigit Alwati. Ia menangis dan minta tolong pada temannya untuk menelepon majikan dan memberitahu keadaannya. Majikan hanya menyuruh Alwati untuk meminum obat painkiller (pereda sakit) dan tangan yang terluka diberi alkohol lalu dibalut plester luka.
“Pukul 5 sore majikan datang, ia minta saya dibawa ke dokter untuk suntik tetanus dan penghilang rasa sakit,” ungkap Alwati.
Meskipun telah disuntik, demamnya tak kunjung reda dan tetap dipaksa majikan untuk bekerja seperti biasanya. Majikan mengatakan pada Alwati untuk tidak mengatakan pada siapapun mengenai kejadian dirinya digigit anjing. Alwati hanya bisa diam, karena saat itu ia khawatir akan diputus kontrak (PHK/
interminit). Keesokan harinya, pukul 9 pagi majikan laki-laki menyuruh Alwati membawa anjing keluar untuk jalan-jalan. Alwati menolak karena ia masih demam dan tangannya masih sakit pasca digigit anjing. Majikan meyakinkan bahwa anjing yang akan diajak jalan-jalan adalah anjing titipan, tidak nakal dan tidak akan lari. Alwati pun menyanggupinya.
Di tengah perjalanan pulang, anjing tersebut tiba-tiba hilang. Ketika pulang ke rumah ia memberitahu majikan bahwa anjingnya hilang dan majikan pun marah-marah. Alwati bersama majikan berusaha mencari anjing tersebut dengan memasang foto anjing di jalan-jalan dan internet, tetapi tetap tak membuahkan hasil. Namun pada suatu pagi saat ia hendak mengantar Mui-mui ke sekolah, anjing tersebut sudah berada di depan pintu rumah majikan. Selang satu minggu pasca digigit anjing, Alwati dipindahkerjakan ke Yuen Long karena temannya sakit parah.
“Majikan merayu saya untuk bekerja di sana, berjanji memberi fasilitas
wifi dan mencari pekerja baru. Sebelum pekerja baru datang, ia bilang akan mencari pekerja
partime untuk membantu saya di siang hari, tapi semuanya tidak direalisasikan,” ungkap Alwati.
Belum reda trauma Alwati akan gigitan anjing, Ia kembali digigit anjing untuk kedua kalinya, kali ini ia digigit anjing herder dan mengakibatkan kuku tangannya pecah. Pada Januari 2016, kejadian serupa terulang, saat itu gigitan anjing bahkan mengenai mata dan muka saat ia akan mengambil mangkok anjing herder. Akibat gigitan itu, ia harus dioperasi kurang lebih 4 jam dan harus dirawat satu malam di rumah sakit..
Satu setengah bulan setelah menjalani operasi, alat yang ada di dalam mata Alwati harus dicabut. Setelah pencabutan dilakukan, dokter berkata, meski alat sudah dicabut, Alwati harus menjalani pemeriksaan ulang (
check up) lagi pada tanggal 15 Maret 2016. Malangnya, pada tanggal 8 Maret 2016, majikan malah memutus kontrak kerjanya secara sepihak. Ia terpaksa melarikan diri ketika majikan akan memulangkannya ke
Kingdom Employment Agency di To Kwa Wan.
Alwati menceritakan bahwa dirinya pernah mengkontak agensi untuk ganti majikan karena tidak kuat. Agen
Kingdom bersedia mencarikan majikan baru, tetapi dengan syarat potongan gaji 6 bulan harus ditambahi 2 bulan lagi. Merasa sangat keberatan dengan syarat tersebut, Alwati tidak meneruskan niatnya dan tetap berusaha bertahan di majikan. Sringatin, koordinator JBMI menyatakan kelemahan hukum di Hong Kong adalah masih terbatas menjamin hak-hak gaji di kontrak kerja, namun kasus-kasus kerja paksa seperti Alwati, belum tegas dikategorikan sebagai pelanggaran atau kasus tindak pidana yang harus dihukum.
“Kami (buruh migran) rentan, karena dipaksa serumah dengan majikan tanpa dimonitor, tidak ada aturan standar jam kerja dan standar makanan,” tambah Sringatin, dalam
press release-nya.
Menurut Sringatin, banyak BMI tidak tahu dan takut melapor karena takut dipulangkan ke Indonesia dan tetap diharuskan melunasi biaya penempatan. Di sisi lain, kebijakan administratif Konsulat RI di Hong Kong, masih mempersulit BMI pindah ke agen lain jika potongan agen belum selesai. Alih-alih menjalankan kebijakan perlindungan berlapis, KJRI Hong Kong justru tampak membela kepentingan agensi daripada mendahulukan perlindungan Warga Negara Indonesia.
“Jika aturan hukum Hong Kong saja membebaskan buruh migran pindah agensi, seharusnya KJRI Hong Kong tegas memberi sanksi pada agensi bermasalah, memberi keleluasaan atau bahkan memfasilitasi BMI untuk bebas pindah dan memilih agensi lain yang dirasa aman serta tidak membebani dalam hal pembiayaan.” ungkap Fera Nuraini, mantan BMI Hong Kong yang kini bergiat di Pusat Sumber Daya Buruh Migran (PSDBM) Yogyakarta.
Saat ini kasus Alwati ditangani oleh
Mission For Migrant Workers. Tanggal 8 April 2016, Alwati akan melakukan pertemuan dengan majikan di kantor
Labour Departement untuk menuntut biaya pengobatan sampai sembuh. Alwati juga mengajukan tuntutan agar majikannya tidak diizinkan mengambil PRT lagi karena pekerjaan di rumah majikan ini sangat berbahaya dan Alwati tidak ingin apa yang menimpa dirinya dialami oleh PRT lain.
Sumber: www.buruhmigran.or.id