(Purwokerto) Paguyuban Bumi Gumelar, digandeng oleh Otoritas Jasa Keuangan (OJK), yang bekerjasama dengan Fakultas Ekonomi & Bisnis (FEB) Universitas Jenderal Soedirman (Unsoed), serta Lembaga Penelitian dan Pengabdian Masyarakat (LPPM) Unsoed, mengadakan seminar dengan tema Literasi Keuangan bagi UMKM (Usaha Mikro Kecil dan Menengah) serta Buruh Migran (TKI) dan Keluarganya.
Yuli (BUMI Gumelar) saat menyampaikan materi |
Acara diselenggarakan di Gedung Roedhiro, FEB Unsoed, pada 3 Oktober 2016 kemarin. Tema seminar yang menyoroti perilaku literasi keuangan para pelaku UMKM, buruh migran dan keluarganya, mampu menarik minat sekitar 300 peserta untuk hadir (dari kalangan umum, dosen, mahasiswa, aktivis, purna buruh migran beserta keluarganya) dan menyimak materi-materi yang dibawakan pembicara sampai selesai.
Dengan menghadirkan para praktisi dan akademisi di bidangnya masing-masing, seperti; Prof. Dr. Suliyanto, M.M., sebagai pakar UMKM Unsoed, lalu Dr. Tyas Retno Wulan, M.Si., sebagai ketua Pusat Penelitian Gender, Anak dan Pelayanan Masyarakat (PPGAPM) LPPM Unsoed, Zulkifli S.E. dari OJK, serta Yuliati; seorang purna buruh migran (BMI/TKI) dari Paguyuban Bumi Gumelar.
Sosialisasi dan edukasi tentang Literasi Keuangan sendiri, merupakan program resmi dari OJK, sebagai lembaga negara yang berfungsi menyelenggarakan sistem pengaturan dan pengawasan terintegrasi, terhadap keseluruhan kegiatan dalam sektor jasa keuangan; baik perbankan atau pasar modal.
Program resmi literasi keuangan untuk masyarakat dari OJK, tertuang dalam Surat Edaran OJK No. 1/SEOJK 07/2014 tentang Strategi Nasional Literasi Keuangan Indonesia (SNLKI).
Para pemantik diskusi menyoroti perilaku pengelolaan keuangan masyarakat. Seperti Prof. Suliyanto yang menyoroti pelaku UMKM di wilayah Banyumas. Bagaimana para pelaku UMKM ini masih banyak yang menggunakan metode tradisional dalam memproduksi dan memasarkan produknya. Selain itu, para pelaku UMKM ini juga tidak mengetahui soal literasi keuangan yang baik. Kebanyakan hanya berpijak pada prinsip memenuhi kebutuhan hidup hari ini, untuk hari esok ya dipikir besok.
Sedang Dr. Tyas Retno Wulan, memberikan gambaran tentang purna BMI/TKI yang sukses sekembalinya di kampung. Ada yang berhasil menginvestasikan hasil merantaunya ke dalam usaha warung makan, peternakan dan pertanian.
Lalu Yuliati, sebagai perwakilan Paguyuban Bumi Gumelar, yang juga seorang purna BMI/TKI, berbagi pengalamannya pribadi serta pengalaman kawan-kawan BMI/TKI lainnya, yang terkait dengan tema diskusi.
Mengusung judul Problematika Pengelolaan Keuangan BMI/TKI dan Keluarganya, ia menjabarkan poin-poin penting yang berpengaruh pada perilaku pengelolaan keuangan BMI. Di antaranya adalah:
- Kewajiban membayar biaya penempatan yang ditanggung BMI/TKI dan biasanya diambil melalui sistem potongan gaji. Biaya penempatan ini meliputi biaya training/pelatihan kerja dan bahasa, pembuatan dokumen, biaya agensi dan PJTKI.
- Perubahan gaya hidup ketika bekerja di negara penempatan. Di mana hal ini bisa disebabkan karena budaya yang berbeda.
- Tidak adanya skala prioritas. Jadi BMI/TKI tidak membuat skala prioritas, terkait kebutuhan mana yang harus diutamakan terlebih dahulu. Apakah memenuhi kebutuhan sehari-hari, membeli kendaraan, membiayai pendidikan, menabung atau berinvestasi, misalnya. Kebanyakan BMI/TKI tidak bisa mendahulukan kebutuhan mana yang harus diutamakan, mana yang boleh dikesampingkan.
- Tidak adanya koordinasi dengan keluarga di rumah. Jadi BMI/TKI hanya mengirim uang tiap bulan tapi tidak berkoordinasi dengan keluarga yang menerima kiriman, tentang peng-alokasian hasil kiriman tersebut. Maka banyak kasus di mana BMI/TKI pulang ke kampung tanpa punya tabungan apapun di rumah.
- Tradisi mencatat. Ini merupakan problema setiap orang sebenarnya, bukan hanya BMI/TKI. Karena masyarakat Indonesia sendiri banyak yang merasa ribet dan malas untuk mencatat. Apalagi mencatat pengeluaran tiap hari.
Pembicara terakhir dari OJK; Zulkifli S.E., menjawab problema-problema yang diajukan para pemantik dan peserta diskusi. Seperti soal biaya penempatan BMI/TKI, KUR untuk TKI, KUR untuk pelaku UMKM, model investasi yang cocok untuk mahasiswa dan lainnya.
Dalam acara itu, pihak OJK dan Unsoed juga menandatangani nota kesepahaman atau MoU, dalam rangka pendidikan, penelitian, dan pengabdian.
Nota kesepahaman, ditandatangani oleh rektor Unsoed; Dr. Ir. Achmad Iqbal M.Si., dengan kepala OJK; Farid Faletehan S.T., M.M. Diharapkan dari acara tersebut, menjadi awal untuk pembinaan soal literasi keuangan BMI/TKI, dan masyarakat. (Bastyo)
Posting Komentar