Kabar Gumelar - Perayaan antologi puisi Wasiat Botinglagi yang menghimpun seratus puisi karya penyair Indonesia dari berbagai daerah, akan digelar di Balai Desa Tayem, Karangpucung, Cilacap pada Minggu (21/8). Tiga penyair Banyumas Raya yang lolos kurasi Wasiat Botinglangi adalah Eddy Pranata PNP, Wanto Tirta dan Dwita Utami. Acara ini akan dihadiri oleh sejumlah penyair, seniman dan budayawan Banyumas Raya.
Menurut inisiator acara Dwita Utami, selain pembacaan
dan bincang puisi juga akan digelar pertunjukan berbagai cabang seni
tradisional. Dan acara ini juga merupakan upaya pengenalan sastra/puisi ke
tengah masyarakat pedesaan, yang selama ini jauh dan nyaris tidak tersentuh
sastra.
Menurut Wanto Tirta; penyair, Presiden Geguritan Banyumas yang puisinya
juga lolos kurasi, keikut sertaan penyair Banyumas Raya di antologi puisi
Wasiat Botinglangi, tentu menjadi perhatian sendiri, itu termasuk bentuk pengakuan
dunia sastra di luar Banyumas Raya.
Dalam antologi tersebut tergabung karya-karya penyair seluruh Indonesia.
Rupanya dengan puisi mampu melintasi ke berbagai daerah dan menjadi bahasa
komunikasi antar penyair melalui karya-karyanya. Apalagi tema yang diusung
sangat menarik untuk dipuisikan, sehingga antologi puisi ini merupakan kerja
kreatif lintas daerah/pulau dalam kerangka merayakan dan menggembirakan dunia
sastra/ puisi di jagad sastra mutakhir.
Wanto Tirta Presiden Geguritan Banyumas |
Desa Tayem merupakan fenomena baru dalam kancah
apresiasi sastra/puisi maupun kegiatan literasi. Acara yang diramu dengan
kegiatan tradisi yang ada di desa, harapannya puisi bisa ikut ambil bagian
dalam mengaktualisasikan nilai-nilai tradisi dan estetika yang ada di desa
Tayem.
“Saya salut kepada panitia, penyair Dwita Utami yang memprakarsai
kegiatan ini. Semoga desa Tayem mampu menginspirasi desa-desa lain. Semakin
banyak desa yang mengadakan kegiatan semacam itu, saya yakin kegiatan literasi
akan tumbuh dan berkembang dengan baik dan subur,” tutur Wanto Tirta dengan
nada optimis.
Sementara itu, Eddy Pranata PNP, presiden penyair Banyumas
Raya yang puisinya; “Sebilah Badik Tanpa
Warangka” menjadi puisi pilihan dalam antologi Wasiat Botinglangi
menyampaikan gagasannya; bahwa karya sastra— puisi akan menembus ruang dan
waktu. Gerak humanisme dan budaya dalam kehidupan bermasyarakat di mana pun
berada.
“Dengan puisi, mudahan-mudahan kita bisa menjadi
manusia seutuhnya, bisa mengejawantah persoalan kehidupan lewat kata-kata,
dengan ikhlas dan mulia,” ujar Eddy Pranata yang juga founder of Jaspinka.
Eddy Pranata PNP Presiden Penyair Banyumas Raya |
Wasiat Botinglangi merupakan antologi puisi yang
mengangkat budaya adiluhung Sulawesi Selatan diterbitkan Perpustakaan Komunitas
Iqra (Takanitra) Barru, RBCD Parepare, YBUM Parepare dan Rumah Puisi Parepare.
Tri Astoto Kodarie yang juga salah satu kurator menjelaskan, bahwa tidak
semudah yang dibayangkan untuk menulis puisi tematik. Demikian pula dengan
puisi bertema Budaya Sulawesi Selatan. Akan tetapi dengan wawasan
keindonesiaan, para penyair telah berupaya dengan pandangan dan referensi
budayanya telah melintasi batas-batas etnisnya sendiri.
"Sejumlah 100 penyair dengan kary-karyanya telah berkontribusi untuk
Budaya Sulawesi Selatan melalui puisi-puisinya. Tentu saja ini merupakan sinyal
positif bahwa etnis dan kultur di Indonesia bukanlah menjadi persoalan lagi,
justru ingin saling memperkuat akar kebudayaan nasional yang adiluhung itu,"
ungkap Tri Astoto Kodari.
Acara ini juga didukung komunitas literasi Genitri yang dimotori Iis
Singgih dan komunitas literasi Kepul yang digawangi Mohammad Iskandar. Sejumlah
penyair juga akan membaca puisi antara lain; Yanwi Mudrikah, Husnul Khuluqi,
Riswo Mulyadi serta musikalisasi puisi Jaspinka. *
Posting Komentar