Joglo Tani, Simbol Kebangkitan Petani



Joglo Tani ( Foto Dok. Wonk Inyong)
(Kabargumelar). Akhirnya bus jemputan yang kami tunggu datang juga, ditutup dengan kalimat terakhir dari Pak T.O Suprapto “Jangan lupa, pulang dari sini buatlah Rencana Tindak Lanjut atau RTL, karena itu lebih penting dari sekedar belajar dan pelatihan, selamat pulang kembali ke Banyumas semoga selamat sampai tujuan”. jelasnya.

Pukul 10. 15 menit bus yang kami tumpangi menyusuri jalan Mandungan 1 Sleman Yogyakarta, tak berapa lama kamipun sampai di tempat yang dituju. Sebuah tempat bernama Joglo Tani, yang konon katanya kerap disebut “Monumen Kebangkitan Petani”. Betul juga saat kami mulai memasuki area Joglo Tani kami disuguhkan pemandangan yang tak biasa soal konsep bertani. Konsep bertani modern bukan pada peralatan yang digunakan tapi pada penerapan dan sistem yang dipakai, benar-benar sebuah pengalaman baru.

Menempati lahan seluas 800 meter persegi di sisi kanan kiri jalan masuk menuju pendopo terdapat kolam kolam ikan yang di atasnya mengapung tanaman padi yang sudah mulai menguning, di setiap kolam berjejer kandang Ayam membentuk huruf U mengitari pinggiran kolam sehingga kotoran Ayam akan langsung masuk ke air sebagai pakan alami ikan. Tak hanya itu, tanaman tanaman sayur dan holtikultura juga ditanam di setiap pematang kolam, sehingga kalo mengutip bahasa dramatisnya “tak ada sejengkalpun” tanah yang tidak difungsikan. 

Seperti dituturkan Suprapto sang inisiator Joglo Tani, bahwa petani di Indonesia belum merdeka mereka kerap menemui tekanan dan ketidakberpihakan pemerintah. Tekanan ekonomi, sosial, alam, budaya dan kebijakan pemerintah, diperparah dengan perjuangan mereka yang cenderung sendiri sendiri, sementara pendirian sebuah kelompok hanya bertahan beberapa waktu saja selebihnya hanya tinggal papan nama. “Contohnya untuk pembelian pupuk saja, petani harus mengikuti alur panjang dari produsen sampai konsumen, boro-boro berfikir hasil, biaya produksi saja sering tidak tertutup”, jelas pria yang pernah menjadi pemain sepak bola Galatama ini. 

Dari situlah konsep bertani mandiri digagas Suprapto. Tidak mudah memang untuk menerapkannya, butuh waktu dan tekad untuk merubah pola pikir dari yang semula mengandalkan segala sesuatu yang cenderung instan menjadi sesuatu yang membutuhkan proses, diawali dari penggunaan pupuk anorganik ke organik, membuat pembibitan sendiri, memanfaatkan lahan yang sempit untuk bisa menghasilkan berbagai macam hasil pertanian dan peternakan, me-multifungsikan lahan semaksimal mungkin dan lain sebagainya. Dan dari ternak dan tanaman yang bevariasi inilah petani bisa mempunyai penghasilan setiap hari, setiap bulan dan setiap tahun sehingga dapat menjaga keberlangsungan pertanian dan dapat menghidupi keluarga. 

Selain itu diterapkan pula sistem pakan ternak dan pupuk organik yang efektif dan efisien, lagi-lagi inipun dijelaskan dengan gamblang oleh Suprapto.“Seperti yang bapak dan ibu lihat, ternak ayam kami ada di atas kolam, sehingga kotoran ayam langsung menjadi pakan ikan, atau ternak itik kami ini, di depan kandang itik ada saluran air yang mengalir ke sawah yang otomatis akan membawa nutrisi dari kotoran itik langsung menjadi pupuk organik untuk padi”, tuturnya 

Sebenarnya masih banyak yang ingin kami pelajari, namun waktu tergesa memotong rasa ingin tahu kami, acarapun segera selesai. Kami berkemas untuk pulang ke Banyumas, menunggu bus jemputan yang tak kunjung nampak batang bempernya.... (WizteguhNugroos) 
Label:

Posting Komentar

[blogger]

Kabar Gumelar

Formulir Kontak

Nama

Email *

Pesan *

Diberdayakan oleh Blogger.
Javascript DisablePlease Enable Javascript To See All Widget