Juni 2016


Alwati (32) BMI asal Lampung Selatan, datang ke Hong kong 14 Januari 2015 dan dipekerjakan majikan 21 Januari 2015. Ia bekerja di dua tempat yaitu Long Ping dan Yuen Long. Sesuai kontrak kerja, ia seharusnya menjadi Pekerja Rumah Tangga dan mengurus beberapa anjing saja, kenyataannya setelah pekerjaan rumah selesai ia dipekerjakan lagi untuk memberi makan anjing. Tidak tanggung-tanggung ada 164 ekor dan 30 ekor anak-anak anjing yang harus Ia rawat, dari mengajak jalan-jalan beberapa ekor anjing, membersihkan kotoran dan pekerjaan lain yang berhubungan dengan anjing.

“Setiap pagi bangun pukul 6, jika Mui-mui (anak perempuan majikan) sekolah, saya harus membangunkan dan mengatarnya ke siupa cam (stasiun bus), setelah itu pulang dan mengerjakan pekerjaan rumah dan merawat anjing,” ungkap Alwati.



Suatu hari di bulan Maret 2015, sehabis membawa anjing olahraga dan akan memasukkannya ke kandang, kaki anjing terjeblos kandang. Alwati berusaha menolongnya tanpa berfikir jika anjing merasa kesakitan ketika ia menarik kakinya keluar. Anjing tersebut kemudian menggigit Alwati. Ia menangis dan minta tolong pada temannya untuk menelepon majikan dan memberitahu keadaannya. Majikan hanya menyuruh Alwati untuk meminum obat painkiller (pereda sakit) dan tangan yang terluka diberi alkohol lalu dibalut plester luka.

“Pukul 5 sore majikan datang, ia minta saya dibawa ke dokter untuk suntik tetanus dan penghilang rasa sakit,” ungkap Alwati.

Meskipun telah disuntik, demamnya tak kunjung reda dan tetap dipaksa majikan untuk bekerja seperti biasanya. Majikan mengatakan pada Alwati untuk tidak mengatakan pada siapapun mengenai kejadian dirinya digigit anjing. Alwati hanya bisa diam, karena saat itu ia khawatir akan diputus kontrak (PHK/interminit). Keesokan harinya, pukul 9 pagi majikan laki-laki menyuruh Alwati membawa anjing keluar untuk jalan-jalan. Alwati menolak karena ia masih demam dan tangannya masih sakit pasca digigit anjing. Majikan meyakinkan bahwa anjing yang akan diajak jalan-jalan adalah anjing titipan, tidak nakal dan tidak akan lari. Alwati pun menyanggupinya.

Di tengah perjalanan pulang, anjing tersebut tiba-tiba hilang. Ketika pulang ke rumah ia memberitahu majikan bahwa anjingnya hilang dan majikan pun marah-marah. Alwati bersama majikan berusaha mencari anjing tersebut dengan memasang foto anjing di jalan-jalan dan internet, tetapi tetap tak membuahkan hasil. Namun pada suatu pagi saat ia hendak mengantar Mui-mui ke sekolah, anjing tersebut sudah berada di depan pintu rumah majikan. Selang satu minggu pasca digigit anjing, Alwati dipindahkerjakan ke Yuen Long karena temannya sakit parah.

“Majikan merayu saya untuk bekerja di sana, berjanji memberi fasilitas wifi dan mencari pekerja baru. Sebelum pekerja baru datang, ia bilang akan mencari pekerja partime untuk membantu saya di siang hari, tapi semuanya tidak direalisasikan,” ungkap Alwati.

Belum reda trauma Alwati akan gigitan anjing, Ia  kembali digigit anjing untuk kedua kalinya, kali ini ia digigit anjing herder dan mengakibatkan kuku tangannya pecah. Pada Januari 2016, kejadian serupa terulang, saat itu gigitan anjing bahkan mengenai mata dan muka saat ia akan mengambil mangkok anjing herder. Akibat gigitan itu, ia harus dioperasi kurang lebih 4 jam dan harus dirawat satu malam di rumah sakit..

Satu setengah bulan setelah menjalani operasi, alat yang ada di dalam mata Alwati harus dicabut. Setelah pencabutan dilakukan, dokter berkata, meski alat sudah dicabut, Alwati harus menjalani pemeriksaan ulang (check up) lagi pada tanggal 15 Maret 2016. Malangnya, pada tanggal 8 Maret 2016, majikan malah memutus kontrak kerjanya secara sepihak. Ia terpaksa melarikan diri ketika majikan akan memulangkannya ke Kingdom Employment Agency di To Kwa Wan.

Alwati menceritakan bahwa dirinya pernah mengkontak agensi untuk ganti majikan karena tidak kuat. Agen Kingdom bersedia mencarikan majikan baru, tetapi dengan syarat potongan gaji 6 bulan harus ditambahi 2 bulan lagi. Merasa sangat keberatan dengan syarat tersebut, Alwati tidak meneruskan niatnya dan tetap berusaha bertahan di majikan. Sringatin, koordinator JBMI menyatakan kelemahan hukum di Hong Kong adalah masih terbatas menjamin hak-hak gaji di kontrak kerja, namun kasus-kasus kerja paksa seperti Alwati, belum tegas dikategorikan sebagai pelanggaran atau kasus tindak pidana yang harus dihukum.

“Kami (buruh migran) rentan, karena dipaksa serumah dengan majikan tanpa dimonitor, tidak ada aturan standar jam kerja dan standar makanan,” tambah Sringatin, dalam press release-nya.

Menurut Sringatin, banyak BMI tidak tahu dan takut melapor karena takut dipulangkan ke Indonesia dan tetap diharuskan melunasi biaya penempatan. Di sisi lain, kebijakan administratif Konsulat RI di Hong Kong, masih mempersulit BMI pindah ke agen lain jika potongan agen belum selesai. Alih-alih menjalankan kebijakan perlindungan berlapis, KJRI Hong Kong justru tampak membela kepentingan agensi daripada mendahulukan perlindungan Warga Negara Indonesia.

“Jika aturan hukum Hong Kong saja membebaskan buruh migran pindah agensi, seharusnya KJRI Hong Kong tegas memberi sanksi pada agensi bermasalah, memberi keleluasaan atau bahkan memfasilitasi BMI untuk bebas pindah dan memilih agensi lain yang dirasa aman serta tidak membebani dalam hal pembiayaan.” ungkap Fera Nuraini, mantan BMI Hong Kong yang kini bergiat di Pusat Sumber Daya Buruh Migran (PSDBM) Yogyakarta.

Saat ini kasus Alwati ditangani oleh Mission For Migrant Workers. Tanggal 8 April 2016, Alwati akan melakukan pertemuan dengan majikan di kantor Labour Departement untuk menuntut biaya pengobatan sampai sembuh. Alwati juga mengajukan tuntutan agar majikannya tidak diizinkan mengambil PRT lagi karena pekerjaan di rumah majikan ini sangat berbahaya dan Alwati tidak ingin apa yang menimpa dirinya dialami oleh PRT lain.

Sumber: www.buruhmigran.or.id


Pemain Persada FC merayakan Kemenangannya

Minggu 5/6/16, Laga final Kompetisi Sepak Bola Gumelar Cup antara Rebers FC Samudra melawan Persada FC Samudra Kulon dimenangkan oleh Persada FC Samudra Kulon dengan skor 1-0. 

Rebers FC yang merupakan Juara di event yang sama pada tahun lalu ini tak mampu menyamakan kedudukan hingga peluit panjang dibunyikan wasit, beberapa peluang yang diciptakan pemain Rebers mampu dimentahkan barisan pemain belakang Persada yang digalang oleh bek tengah Dios.

Satu-satunya gol pada Derby Samudra ini dicetak oleh striker Persada Dedi Ghandor melalui sebuah sepakan terarah pada menit ke 23 diawali dari kemelut yang terjadi di depan gawang Rebers FC.

Jalannya pertandingan berlangsung seru, masing-masing tim silih berganti saling serang. Kondisi lapangan yang becek dan licin mengakibatkan benturan antar pemain tak terhindarkan, sehingga wasit terpaksa mengeluarkan 3 kartu kuning untuk pemain Persada FC. 

Ajang Sepak Bola Gumelar Cup 2016 sendiri, merupakan agenda tahunan dari ZAP Organizer, seperti yang dituturkan Ketua Panitia Devri Adwianto. "Ini merupakan kali ke empat kompetisi Gumelar Cup, mudah-mudahan tahun depan kita bisa menyelenggarakan lagi," ungkapnya.

Kompetisi yang diikuti 20 Klub Sepak Bola ini juga melibatkan empat klub dari luar Kecamatan Gumelar. Tercatat ada kesebelasan dari PGRI Banyumas, Akasa Karangbawang, Arwana Munggang Sari dan Sinar Mega Lumbir. (WN)



Peserta Rembug Desa mengungkapkan gagasannya

(Kabargumelar). Kamis, 2/6/16 diadakan Rembug Desa Peduli Buruh Migran. Setelah sebelumnya acara yang diselenggarakan oleh Paguyuban Bumi Gumelar ini dilaksanakan di Desa Gumelar dan Desa Cihonje, untuk ke tiga kalinya acara diselenggarakan di Desa Paningkaban, Kecamatan Gumelar, Kabupaten Banyumas.

Pada pertemuan kali ini, fokus pembicaraan Rembug Desa berkutat pada persoalan Kewenangan Desa dalam upaya perlindungan Buruh Migran sesuai dengan Undang-Undang No. 6 tahun 2014 tentang Desa. Menghadirkan fasilitator Desa dari Infest Yogyakarta Edi Purwanto, diskusi berlangsung komunikatif dan mengungkap pelbagai persoalan dan gagasan yang menarik dari masing-masing Desa di wilayah Kecamatan Gumelar.

Menurut Undang-Undang Nomor 6 Tahun 2014 tentang Desa, Desa memiliki Empat Jenis kewenangan, yaitu:

  1. Kewenangan yang sudah ada berdasarkan hak asal usul,
  2. Kewenangan lokal berskala Desa,
  3. Kewenangan yang ditugaskan Pemerintah dan Pemda Provinsi, dan Kabupaten/Kota, dan
  4. Kewenangan lain yang ditugaskan Pemerintah dan Pemda Provinsi dan Kabupaten/Kota.

Kewenangan Desa terkait Buruh Migran bisa dimasukkan dalam Kewenangan Lokal Berskala Desa. “Desa bisa berperan dalam rangka Perlindungan Buruh Migran dan Pemberdayaan mantan Buruh Migran, dengan memasukkan pada jenis kewenangan lokal berskala Desa,” jelas Edi. “Kewenangan lokal berskala desa itu sendiri adalah kewenangan yang paling bisa dilakukan oleh Desa yang diukur sesuai kemampuan Desa, salah satu contoh yang sudah berjalan adalah pengelolaan PAUD,“ lanjutnya.

Pada acara yang dibuka oleh Sukarmo selaku Kades Paningkaban ini, muncul juga pandangan dan gagasan menarik terkait persoalan Buruh Migran dari seluruh peserta Rembug Desa. Seperti yang diutarakan Kades Samudra Kulon Sutaryo mengenai BUMDes yang baru dibentuk di Desanya. “Kebetulan sekali kami baru saja membentuk Badan Usaha Milik Desa, saya jadi ingat mudah-mudahan para buruh migran di Desa kami bisa ikut berperan, mungkin mereka bisa menanamkan saham pada usaha yang akan kami jalankan,” katanya.

Lain hal yang diutarakan Perangkat Desa Samudra dan Cihonje, bahwa perlu sekali dalam pelatihan yang dilaksanakan sebelum pemberangkatan TKI mengenai pembekalan nilai kearifan lokal Desa. “Bagaimana agar setelah pulang ke Desa, mereka kembali dengan gaya hidup dan tatanan seperti saat mereka belum berangkat ke luar negeri, dan bagaimana kedisiplinan kerja di luar negeri bisa dibawa dan diterapkan sehingga bisa menginspirasi warga yang lainnya,” ungkap Riko dari Perangkat Desa Cihonje. (WN)


Di Indonesia kita mengenal warna merah sebagai warna keberanian dan putih sebagai warna kesucian. Merah bermakna raga manusia, sedangkan putih melambangkan jiwa manusia. Berbeda negara, adat dan budaya, warna-warna tersebut dimaknai secara berbeda oleh warga lokal Hong Kong yang kebanyakan menganut budaya Tiongkok. Misalnya, warna-warna yang di Indonesia diartikan sebagai lambang kesucian, di Hong Kong malah dimaknai sebagai warna yang melambangkan kegagalan.

Buruh migran perlu mengenal dengan baik makna warna dari budaya Tiongkok tersebut agar dapat menyesuaikan diri dalam situasi-situasi tertentu yang berkaitan dengan adat dan budaya. Berikut ini makna warna dalam budaya Tiongkok:

1. Warna Merah

Orang-orang Tiongkok menganggap warna merah sebagai warna yang membawa keberuntungan. Maka, dalam upacara pernikahan Tiongkok, orang-orang Hong Kong cenderung menggunakan baju-baju berwarna merah.

2. Warna Putih

Warna putih dalam budaya Tiongkok melambangkan kematian, nasib buruk, kegagalan, kebodohan dan dipakai dalam upacara pemakaman. Warna ini dianggap tidak membawa pertanda baik dan secara harfiah warna putih merupakan orang-orang yang memiliki kecerdasan lebih rendah (idiot).

3.Warna Hijau

Warna hijau melambangkan kehidupan, perdamaian dan vitalitas. Orang-orang Tiongkok jarang memberikan topi warna hijau kepada teman lelakinya yang telah menikah, karena warna ini memiliki arti yang sama bahwa istrinya berzina dengan laki-laki lain.

4.Warna Hitam

Warna hitam melambangkan keagungan, kesetaraan, keadilan dan kesungguhan. Dalam drama tradisional Tiongkok, aktor yang wajahnya dicat hitam, biasanya memainkan peran karakter yang benar dan adil.

5.Warna Kuning

Warna kuning melambangkan kesetiaan, kesungguhan dan kesucian. Kuning juga merupakan simbol dari kekuasaan kekaisaran serta kedaulatan masyarakat Tiongkok.

Sumber: www.buruhmigran.or.id

Kabar Gumelar

Formulir Kontak

Nama

Email *

Pesan *

Diberdayakan oleh Blogger.
Javascript DisablePlease Enable Javascript To See All Widget